Surabaya, gerbangnusantaranews
BEBERAPA WAKTU berselang, semua warga Negara Indonesia dikejutkan tagar Indonesia Terserah.
Penulis memahami aksi yang dilakukan oleh teman-teman medis ini merupakan bukti kecintaan terhadap rakyat.
Bandara dipadati penumpang kembali. Mall dan pasar penuh sesak oleh mereka yang berebut baju lebaran.
Sayangnya protokol kesehatan kurang diterapkan. Ini sangat berbahaya karena terbukti ketika dilakukan skrining rapid test ada cukup banyak yang positif Covid-19.
Ada gambaran miris di laman media sosial, potret seorang ibu menggendong bayi sekitar umur dua tahun di tengah pasar yang penuh sesak.
Orang-orang disekitarnya tampak tidak memakai masker. Nampaknya tidak ada rasa takut sang ibu bila bayinya tertular Covid-19.
Namun bisa juga ini terjadi karena faktor ketidaktahuan atau pemahaman sang ibu.
Perlu diketahui tanggal 18 Mei 2020 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis data Covid-19 pada anak. Pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 3.324 anak, 129 anak berstatus PDP anak meninggal. 584 anak terkonfirmasi positif Covid-19, 14 anak meninggal akibat Covid-19.
Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi, dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19 atau hanya menderita sakit ringan.
Para ibu di Indonesia harus memahami, tergugah kesadaran kolektif bahwasanya tugas menjadi seorang ibu di era pandemi tidaklah mudah. Selain mengurusi segala kebutuhan rumah tangga, mengurus suami dan tumbuh kembangh anak.
Kini para ibu mendapat mandat baru yakni menjaga keturunannya dari paparan Covid-19. Jangan sampai tumbuh sikap ‘epenkah!” dengan kondisi kritis ini karena bisa membunuh generasi.
Beberapa contoh sikap bodoh ialah beberapa waktu lalu kita melihat video di media sosial, pengemudi ojek online mengikuti pemakaman salah satu rekannya dengan prosedur Covid-19.
Sekawanan ojek online ini justru mendekat tanpa alat proteksi diri yang memadai, merekam prosesi pemakaman dari jarak dekat. Tentu ini sangat disayangkan.
Hal serupa terjadi di Sidoarjo dimana kantong jenazah pasien covid-19 dibuka dan dimakamkan oleh warga akibatnya belasan orang terinfeksi.
Kembali pada aksi yang dilakukan para tenaga medis lewat tagar Indonesia terserah, suka-suka kalian saja.
Ini merupakan bentuk alarm darurat yang nyata. Para dokter, perawat, bidan yang berada di garda terdepan sangat-sangat merasakan ‘tekanan’ yang dialami ketika merawat pasien di era Covid-19.
Mereka yang paling dulu tahu bahwa kasus Covid-19 mengalami lonjakan drastis dan membunuh banyak manusia.
Bukti itu kini terpampang nyata dengan beberapa hari lalu tercatat jumlah kasus kematian akibat Covid-19 hampir menyentuh 1000 kasus per hari hingga banyak rumah sakit overload sebagai contoh yang terjadi di surabaya.
Pasien yang mestinya mendapat penanganan optimal, penanganan segera akibat kondisi sakit yang diderita harus tertunda lantaran tidak tersedia ruangan isolasi untuk Covid-19.
Fenomena rujukan lepas (rujukan Covid-19 tanpa pendampingan tenaga kesehatan) dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain menunjukkan ketidakberdayaan kita dalam menangani Covid-19.
Hal itu juga menunjukkan akibat saking banyaknya kasus Covid-19 dan karena keterbatasan ini pasien harus mengisolasi mandiri di rumah, yang sudah barang tentu berisiko bila tidak dilakukan dengan benar akan memeberikan paparan ke anggota keluarga.
Karena hal demikian, tenaga kesehatan yang berjuang di rumah sakit sangat mengharapkan bentuk sikap peduli masyarakat dalam wujud protes keras.
Ketidakpedulian kita akan menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia akan terus menanjak.
Ketidakpedulian juga akan meningkatkan risiko kematian bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.
Di Indonesia tercatat ada 6-7 kematian tenaga kesehatan untuk setiap kasus kematian akibat Covid-19.
Beberapa waktu lalu tercatat sebagai minggu penuh duka khususnya bagi tenaga kesehatan terutama di Surabaya. Ilustrasi yang paling menyedihkan yakni gugurnya seorang perawat yang bekerja di salah satu rumah sakit di Surabaya.
Ia gugur dalam kondisi hamil 4 bulan akibat terinfeksi Covid-19. Ini sangat disayangkan, dan harus menjadi catatan tersendiri pemerintah harus memperhatikan tenaga kesehatan yang memiliki faktor risiko termasuk kehamilan sebaiknya cuti dari pekerjaannya.
Pada poin ini kami mempunyai besar harap kepada pemerintah segera melakukan telaah cepat kapasitas kemampuan rumah sakit, membuat rumah sakit rujukan khusus Covid-19 berskala besar, pola komunikasi antar rumah sakit, kepastian ketersediaan APD di lapangan. Karena mungkin beberapa hal ini bisa menjadi causa tingginya kasus kematian tenaga kesehatan di Indonesia.
Bukan tidak mungkin bila pandemi ini berlangsung lama, namun bila sikap kita masih bertahan pada suatu garis sikap ‘apakah’, jutaan masyarakat akan menjadi korban terutama bila terjadi second wave pandemi yang sewaktu-waktu hadir dengan gejala lebih berat, seperti ulangan pandemi
Kita perlu mereset ulang pola pikir pentingnya kehidupan bernegara yang baik, siapapun kita pemangku jabatan, tenaga kesehatan, dan rakyat. Kita perlu membangun kesadaran kolektif pentingnya melawan Covid-19 dengan dengan serius sperti menghadapi perang. Inilah peluang emas kita untuk melakukan bela negara.
Di tengah pandemi ini Kita sebagai bangsa Indonesia jangan pernah takut lapar bila kita mengamini pancasila dan gotong royong itu ada. Kita perlu memperkuat nation and character building, mengasah dan terus mengasah sikap disiplin dalam menjalani kehidupan new normal ini sesuai tataran definisi yang benar bukan definisi semau gue, pergi ke mall tanpa masker dan sebagainya.
Jangan sampai tangan kita berlumuran darah , namun muncul aturan tidak tepat apalagi bila mengambil kesempatan keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Opini oleh : dr.Sonny (Residen Obstetri Ginekologi RS.dr.Soetomo)-(GNN Partner)
BEBERAPA WAKTU berselang, semua warga Negara Indonesia dikejutkan tagar Indonesia Terserah.
Penulis memahami aksi yang dilakukan oleh teman-teman medis ini merupakan bukti kecintaan terhadap rakyat.
Bandara dipadati penumpang kembali. Mall dan pasar penuh sesak oleh mereka yang berebut baju lebaran.
Sayangnya protokol kesehatan kurang diterapkan. Ini sangat berbahaya karena terbukti ketika dilakukan skrining rapid test ada cukup banyak yang positif Covid-19.
Ada gambaran miris di laman media sosial, potret seorang ibu menggendong bayi sekitar umur dua tahun di tengah pasar yang penuh sesak.
Orang-orang disekitarnya tampak tidak memakai masker. Nampaknya tidak ada rasa takut sang ibu bila bayinya tertular Covid-19.
Namun bisa juga ini terjadi karena faktor ketidaktahuan atau pemahaman sang ibu.
Perlu diketahui tanggal 18 Mei 2020 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis data Covid-19 pada anak. Pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 3.324 anak, 129 anak berstatus PDP anak meninggal. 584 anak terkonfirmasi positif Covid-19, 14 anak meninggal akibat Covid-19.
Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia tinggi, dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap Covid-19 atau hanya menderita sakit ringan.
Para ibu di Indonesia harus memahami, tergugah kesadaran kolektif bahwasanya tugas menjadi seorang ibu di era pandemi tidaklah mudah. Selain mengurusi segala kebutuhan rumah tangga, mengurus suami dan tumbuh kembangh anak.
Kini para ibu mendapat mandat baru yakni menjaga keturunannya dari paparan Covid-19. Jangan sampai tumbuh sikap ‘epenkah!” dengan kondisi kritis ini karena bisa membunuh generasi.
Beberapa contoh sikap bodoh ialah beberapa waktu lalu kita melihat video di media sosial, pengemudi ojek online mengikuti pemakaman salah satu rekannya dengan prosedur Covid-19.
Sekawanan ojek online ini justru mendekat tanpa alat proteksi diri yang memadai, merekam prosesi pemakaman dari jarak dekat. Tentu ini sangat disayangkan.
Hal serupa terjadi di Sidoarjo dimana kantong jenazah pasien covid-19 dibuka dan dimakamkan oleh warga akibatnya belasan orang terinfeksi.
Kembali pada aksi yang dilakukan para tenaga medis lewat tagar Indonesia terserah, suka-suka kalian saja.
Ini merupakan bentuk alarm darurat yang nyata. Para dokter, perawat, bidan yang berada di garda terdepan sangat-sangat merasakan ‘tekanan’ yang dialami ketika merawat pasien di era Covid-19.
Mereka yang paling dulu tahu bahwa kasus Covid-19 mengalami lonjakan drastis dan membunuh banyak manusia.
Bukti itu kini terpampang nyata dengan beberapa hari lalu tercatat jumlah kasus kematian akibat Covid-19 hampir menyentuh 1000 kasus per hari hingga banyak rumah sakit overload sebagai contoh yang terjadi di surabaya.
Pasien yang mestinya mendapat penanganan optimal, penanganan segera akibat kondisi sakit yang diderita harus tertunda lantaran tidak tersedia ruangan isolasi untuk Covid-19.
Fenomena rujukan lepas (rujukan Covid-19 tanpa pendampingan tenaga kesehatan) dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain menunjukkan ketidakberdayaan kita dalam menangani Covid-19.
Hal itu juga menunjukkan akibat saking banyaknya kasus Covid-19 dan karena keterbatasan ini pasien harus mengisolasi mandiri di rumah, yang sudah barang tentu berisiko bila tidak dilakukan dengan benar akan memeberikan paparan ke anggota keluarga.
Karena hal demikian, tenaga kesehatan yang berjuang di rumah sakit sangat mengharapkan bentuk sikap peduli masyarakat dalam wujud protes keras.
Ketidakpedulian kita akan menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia akan terus menanjak.
Ketidakpedulian juga akan meningkatkan risiko kematian bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.
Di Indonesia tercatat ada 6-7 kematian tenaga kesehatan untuk setiap kasus kematian akibat Covid-19.
Beberapa waktu lalu tercatat sebagai minggu penuh duka khususnya bagi tenaga kesehatan terutama di Surabaya. Ilustrasi yang paling menyedihkan yakni gugurnya seorang perawat yang bekerja di salah satu rumah sakit di Surabaya.
Ia gugur dalam kondisi hamil 4 bulan akibat terinfeksi Covid-19. Ini sangat disayangkan, dan harus menjadi catatan tersendiri pemerintah harus memperhatikan tenaga kesehatan yang memiliki faktor risiko termasuk kehamilan sebaiknya cuti dari pekerjaannya.
Pada poin ini kami mempunyai besar harap kepada pemerintah segera melakukan telaah cepat kapasitas kemampuan rumah sakit, membuat rumah sakit rujukan khusus Covid-19 berskala besar, pola komunikasi antar rumah sakit, kepastian ketersediaan APD di lapangan. Karena mungkin beberapa hal ini bisa menjadi causa tingginya kasus kematian tenaga kesehatan di Indonesia.
Bukan tidak mungkin bila pandemi ini berlangsung lama, namun bila sikap kita masih bertahan pada suatu garis sikap ‘apakah’, jutaan masyarakat akan menjadi korban terutama bila terjadi second wave pandemi yang sewaktu-waktu hadir dengan gejala lebih berat, seperti ulangan pandemi
Kita perlu mereset ulang pola pikir pentingnya kehidupan bernegara yang baik, siapapun kita pemangku jabatan, tenaga kesehatan, dan rakyat. Kita perlu membangun kesadaran kolektif pentingnya melawan Covid-19 dengan dengan serius sperti menghadapi perang. Inilah peluang emas kita untuk melakukan bela negara.
Di tengah pandemi ini Kita sebagai bangsa Indonesia jangan pernah takut lapar bila kita mengamini pancasila dan gotong royong itu ada. Kita perlu memperkuat nation and character building, mengasah dan terus mengasah sikap disiplin dalam menjalani kehidupan new normal ini sesuai tataran definisi yang benar bukan definisi semau gue, pergi ke mall tanpa masker dan sebagainya.
Jangan sampai tangan kita berlumuran darah , namun muncul aturan tidak tepat apalagi bila mengambil kesempatan keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Opini oleh : dr.Sonny (Residen Obstetri Ginekologi RS.dr.Soetomo)-(GNN Partner)