JATIM, GNN
Peringatan Hari Tuberkulosis Se-Dunia yang jatuh tepat hari ini, Kamis (24/3/2022), dijadikan momen oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa untuk mendorong semua pihak terlibat dalam pencegahan dan pengendalian TBC.
Sebagaimana diketahui, berdasar Global TB Report WHO 2021, diungkapkan bahwa TBC masih menjadi masalah kesehatan dunia hingga saat ini. Pada 2020, terdapat 9,9 juta jiwa yang menderita TBC serta 1,5 juta nyawa melayang akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan diobati itu.
Saat ini di Indonesia setidaknya 824 ribu jiwa jatuh sakit dan 93 ribu jiwa meninggal akibat TBC pada 2020.
Di Jawa Timur, pada tahun 2021 tercatat ada 43.268 jiwa penderita TBC, dan ini merupakan jumlah kasus TBC tertinggi ketiga di nasional. Dimana tertinggi pertama adalah Jawa Barat sebanyak 93.626 jiwa penderita TBC, dan tertinggi kedua adalah Jawa Tengah sebanyak 44.203 jiwa penderita TBC.
Angka tersebut masih 45,08 persen dari estimasi kasus yang harus ditemukan. Dengan kata lain, sekitar 50 ribuan penderita TBC belum berhasil ditemukan dan diobati sehingga berpotensi menularkan ke orang di sekitarnya.
"Peringatan Hari TBC Sedunia (HTBCS) merupakan momen yang tepat untuk mendorong semua pihak agar terlibat aktif dalam pencegahan dan pengendalian TBC. TBC bisa dicegah dan diobati. Jangan ragu memeriksakan diri ke dokter jika merasakan gejala TBC,” ucap Gubernur Khofifah, Kamis (24/3/2022).
Dikatakannya, mengakhiri epidemi TBC menjadi salah satu target penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) negara untuk bisa sejahtera dan setara. TBC harus dieliminasi karena mudah menular serta pengobatannya tidak mudah dan murah. Jika tidak ditangani sampai tuntas, tubuh menjadi resisten terhadap obat.
Tahun lalu, angka keberhasilan pengobatan kasus TBC per kabupaten/kota di Jatim adalah 89,12 persen dari target 90 persen.
Angka keberhasilan pengobatan TBC di Jawa Timur masih terus didorong. Terutama karena sebanyak 53 persen kabupaten/kota belum mampu mencapai 90 persen keberhasilan pengobatan.
“Terus meningkatkan angka keberhasilan pengobatan TBC sangat penting. Karena kasus TBC yang tidak tuntas pengobatan tentu dapat memicu meningkatnya kasus TBC resisten obat,” papar Khofifah.
Untuk itu, Khofifah menekankan pentingnya keterlibatan multisektor untuk memutus transmisi penularan dan menuju eliminasi TBC 2030.
“Pelibatan multisektor dalam penemuan dan pengobatan penderita TBC serta terapi pencegahan menjadi upaya prioritas untuk dilakukan,” ungkapnya.
Pasalnya, menemukan orang dengan TBC dan memastikan mereka diobati sampai sembuh membutuhkan pendekatan yang melampaui sektor kesehatan. Keberhasilan eliminasi TBC ditentukan kontribusi dan kolaborasi lintas sektor.
Mulai organisasi profesi, tokoh masyarakat, fasilitas kesehatan, organisasi perangkat daerah, kementerian/lembaga terkait di wilayah Jatim, ormas, komunitas peduli TBC, kader kesehatan, akademisi perguruan tinggi, dan masyarakat umum.
Peringatan Hari TBC Sedunia (HTBCS), kata Khofifah, merupakan momen yang tepat untuk mendorong semua pihak terlibat aktif dalam pencegahan dan pengendalian TBC.
“Sesuai dengan tema kita tahun ini, Investasi untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa. Mari satukan tekad dan perkuat inovasi dalam rangka mencapai eliminasi TBC 2030,” paparnya.
Senada dengan upaya tersebut, Pemprov Jatim melalui Dinas Kesehatakan melaksanakan serangkaian kegiatan dalam rangka eliminasi TBC. Di antaranya, sosialisasi pelaksanaan peraturan presiden tentang penanggulangan TBC, koordinasi pelibatan koalisi organisasi profesi (Kopi TBC) Jatim, serta pelibatan big chain hospital di Jatim dalam jejaring pelayanan TBC.
Dinkes Jatim juga menggelar talk show Deteksi dan Pencegahan TBC Sedini Mungkin, ekspansi pelayanan TBC resisten obat di RSUD Blambangan Kabupaten Banyuwangi, serta peningkatan kapasitas dokter praktik mandiri dan klinik dalam tata laksana TBC. Juga berkolaborasi dengan perguruan tinggi untuk penanggulangan TBC. (non)