GRESIK, GNN
Sejarah Desa Sukorejo, Kecamatan Bungah tidak bisa terlepas dari sederet nama para tokoh pendahulu. Salah satunya, yaitu Mbah Sentono, makam salah satu tokoh babad Alas tanah Sukorejo sekaligus pejuang syiar agama Islam yang terletak tidak jauh dari kantor balai desa setempat.
Masyarakat Desa Sukorejo rutin setiap tahun menyelenggarakan Peringatan Haul Mbah Sentono dan Sedekah Bumi. Tradisi ini dihelat dengan beberapa rangkaian acara, dan puncaknya yakni dengan membaca yasin, tahlil serta memanjatkan doa bersama Jumat Legi (11/3/2022).
Namun dalam kurun waktu setahun terakhir ini, acara peringatan Haul Mbah Sentono oleh masyarakat digelar setiap selapan atau 41 hari sekali, tepatnya setiap Jumat legi.
Kepala Desa Sukorejo Bungah Muslik mengungkapkan bahwa hal tersebut setelah dirinya mendapat isyarat dari seorang Kiai, selanjutnya disampaikan kepada para tokoh masyarakat, tokoh agama, sesepuh dan pinisepuh serta masyarakat Desa Sukorejo.
“Dulu warga memperingati Haul Mbah Sentono setiap setahun sekali, tepatnya di bulan Rajab. Namun, setelah saya tanyakan ke seorang Kiai, beliau minta ke saya agar menyelenggarakan Haul setiap Jumat legi, lalu saya sampaikan ke tokoh dan masyarakat, akhirnya Haul dalam setahun terakhir ini rutin dilaksanakan setiap Jumat legi,” terang Muslikh.
Lebih lanjut sang Kades mengungkapkan, konon semasa hidup Mbah Sentono merupakan santri dari Mbah Ngabar, dan memiliki dua anak bernama Mbah Amir dan Mbah Kemuning. Selanjutnya, di tangan Mbah Ngabar dan Mbah Sentono, Desa Sukorejo yang semula hutan rimba diubah menjadi desa yang ramai dan padat penduduk.
“Kalau eranya duluan Mbah Ngabar, tetapi sama-sama babad alas tanah Desa Sukorejo. Beliau-beliau juga tokoh pejuang syiar agama Islam di desa ini,” ujar Muslik saat membersamai Pemangku Ponpes Nurul Qur’an Al-Istiqomah Sukorejo Bungah KH. Saiful Munir dan Kiai Kondang asal Glagah Lamongan, KH Abdullah Saffar.
Desa Sukorejo, kata Muslik, dulunya dikenal dengan sebutan ‘Lemah Ndelik’. Jika ditelusuri lebih jauh, Lemah Ndelik memiliki arti sesuatu yang muncul setelah terpendam.
“Jadi dulu namanya Lemah Ndelik, ada Dusun Pelemahan dan Dusun Kerik, lalu diganti menjadi Sukorejo,” terangnya.
Sebagai tokoh babad Alas tanah Sukorejo sekaligus pejuang syiar agama Islam Desa Sukorejo, Mbah Sentono dimakamkan di desa setempat satu area dengan kedua anaknya, termasuk beberapa santri. Di sebelah area makam, terdapat pohon randu besar yang menurut kisah menjadi simbol pergantian musim.
“Kalau dulu, jika pohon randu sudah berkembang dan berbuah, itu menandakan memasuki musim hujan,” beber Muslik.
Karena itu, masyarakat biasanya memperingati Haul Mbah Sentono bersamaan dengan kedua anak dan para santri-santrinya. Tahun ini, peringatan haul sekaligus sedekah bumi dihadiri ratusan warga. mpak hadir pula sejumlah kiai dan tokoh masyarakat setempat, dengan pengawalan personel aparat dari kepolisian serta TNI.(Didik Telisik Hati)